Selasa, 08 Mei 2012

* Pacaran Itu Mendekati Zina *



Adzan subuh berkumandang dengan lantunan yang membelah keheningan pagi. Dinginnya air wudhu seakan menembus pori-pori. Ku kerajakan sholat sunnah 2 rakaat lalu sholat subuh. Ku resapi makna ayat demi ayat dalam bacaan sholat hingga aku mengakhirinya dengan salam.


“Subhanallah, Alhamdullah, Allahuakbar” Lantunan dzikir dari bibirku seakan menenggelamkan diriku dalam nikmatnya bercengkerama dengan Sang pemilik jiwa. menengadah tangan, bermunajat khusyuk kepada Allah. Terkeluh semua isi  hati yang hanya bisa ku adukan kepada-Nya. Rasa bimbang dengan peasaanku yang tak menentu. Apa perasaanku salah Ya Allah?? Tak terasa butir-butir itu jatuh menetes diatas sajadah subuh ini.
Akhir-akhir ini memang pikiran itu selalu berkecamuk didalam kepalaku. Pikiran tentang hubunganku dengannya yang kebanyakan orang menyebutnya “pacaran” tapi menurutku hubungan haram.

Sering terlintas dalam hati untuk mengakhiri hubungan haram ini tapi setiap aku ingin melakukannya keinginan itu pupus. Ada saja bisikan-bisikan dalam hati, “Apakah kamu sudah siap melepas orang yang kamu sayang?”, “bukankah selama ini kamu takut kehilangannya?”, “memendam rasa itu sakit lho?, dan beribu-ribu bisikan lainnya. Tak ingin ku tinggalkan dia yang kusayangi, yang selama ini hadir mengisi hari-hariku, atau lebih tepatnya aku belum rela melepasnya. Bisikan itu begitu kuat sehingga keinginan itupun ku abaikan dan hanya sebatas keinginan hati yang tidak terealisasikan.

Namun disetiap canda tawa yang hadir dan kebahagiaan yang ku lalui, rasa takut itu selalu ada, rasa bersalah selalu menghantuiku. Aku seakan-akan dikejar dosa karena islam mengharamkan pacaran. Hukum haram jika dikerjakan akan mendapat dosa.
Setiap hari aku selalu dihantui pikiran “pacaran itu haram, dan pacaran itu mendekati zina”. Seandainya aku tidak tau akan hukum agama, mungkin aku tidak akan seperti ini. Dan subuh ini pikiran itu kembali mendesak nuraniku untuk segera mengakhiri semuanya.

Aku duduk ditempat tidur merenungi diriku sendiri. Di tengah kesibukanku memikirkan hal itu, sebuah pesan singkat mampir dihandponeku dan membuyarkan lamunanku. Ku buka pesan singkat dari sahabat tersayangku itu. Syirah memang selalu mengirimkanku sms tauziah.

“Ucapkan dalam hati dan amalkan”
Saya sangat bersyukur kepada Allah SWT yang senantiasa melindungi dan memberiku petunjuk hingga saat ini saya tidak pernah mengalami dan merasakan yang namanya PACARAN. Saya merasa sangat rugi dan malu pada diriku sendiri jika sudah pernah menjadi “milik sementara” orang lain. Mataku sudah sering ditatap, tanganku sudah sering dipegang, kulitku sudah sering disentuh, suara dan wajahku sudah sering dinikmati, banyak waktu yang terbuang bersamanya. Padahal belum tentu dia akan menjadi pendampingku nanti. Merugi dan menyesallah diriku jika suatu saat nanti ketika saya telah bersuami yang saya berikan hanyalah sisa-sisa dari orang lain karena apa yang ada pada diriku telah dinikmati oleh yang sebenarnya tidak berhak. Duhai sungguh kasihan suamiku nanti, dia tak tau bahwa diriku tak lagi suci.
diriku tak sadarkah kamu..? Sebenarnya apa yang kita lakukan hanya karena dan untuk Allah. #introspeksi diri

Sejenak aku terdiam. Ku baca sms itu berulang-ulang. Astagfirullah, aku tidak mau terus berada dalam ikatan yang tidak suci. Air mataku tumpah, rasa bersalahku semakin membuncah, rasa berdosaku semakin tinggi. Isak tangisku tak henti, dan bibirku terus beristigfar “Aku tidak ingin pacaran lagi”, Ucapku lirih.
*****
Makassar-Sengkang. “aku dan dia kan pacaran jarak jauh, bukankah kami tidak saling bertatap dan bersentuhan..?” pertanyaan itu hadir dalam benakku. Tapi segera ku tepis. Tetap saja itu namanya pacaran. Bentuk zina itu bukan hanya berhubungan tapi ada juga yang disebut zina suara,  zina telinga, dan berbicara berlama-lama dengan yang bukan muhrim akan membuat kita lalai dalam mengingat Allah. Adab bergaul antara laki-laki dan perempuan sudah diatur dalam islam. Kenapa aku harus melanggarnya.

Perlahan-lahan ku coba berkompromi dengan hatiku. Aku berusaha untuk menahan diri, mengendalikan rasa rindu yang kadang hadir mengisi relung hati.
Aku tidak menelfon atau mengiriminya sms secara rutin seperti sebelumnya. Setiap dia mengirimiku pesan singkat aku balas dengan waktu yang lama. Aku berusaha menjauh darinya. Setiap dia bertanya dengan sikapku aku selalu menjawab “tidak apa-apa”. Hingga membuatnya marah. Katanya aku tidak perhatian lagi.

Ya Allah apakah dia tau bahwa hati ini senantiasa ingin memberinya perhatian. Tapi perhatian ini hanya akan mengotori hati. Pehatian ini tidak halal dan belum saatnya. Biarlah perhatian ini kutitip disetiap doa yang ku panjatkan pada-Mu Ya Rabb.

Jujur, kadang aku tidak tega melakukan hal ini padanya, tapi demi niatku untuk tetap istiqomah aku berusaha untuk tidak luluh. Aku berusaha menjadi wanita yang sangat tega, menjadi super cuek dan tidak mau tau. Walau sungguh, butuh usaha untuk melakukan itu.
*****
Seminggu kemudian dia kirim sms untuk mengajakku silaturrahmi kerumah neneknya. Katanya agar aku lebih dekat dengan keluarganya sekalian jalan-jalan berdua melihat keindahan kota Sengkang. Tapi aku menolak dengan berbagai alasan karena aku takut akan membawa fitnah. Apa kata orang nanti, aku ini seorang wanita berjilbab tapi mendatangi rumah laki-laki yang bukan muhrimku. Apa artinya jilbab yang menempel dikepalaku saat aku jalan berdua dengannya. Bukankah itu memalukan? Dimana citra seorang wanita muslim? Bagaimana dengan hijab yang ingin aku jaga? Jika aku kesana berarti aku melangkah untuk menekati dosa. Oh tidak,,,aku tidak ingin melakukan hal itu. 

“Sesungguhnya Allah itu cemburu. Dan kecemburuan-Nya itu manakala seorang hamba mendatangi apa yang diharamkan Allah terhadapnya” [HR. Bukhari Muslim]

Ajakan itu membuatku merenung. Apakah aku akan terus ada dalam ikatan haram ini?. Aku tidak mau pahalaku selama ini hanya seperti perbuatan baik dikurangi perbuatan buruk dan hasilnya nol. Aku tak mau berlarut-larut dalam hubungan ini. Ku putuskan untuk segera mengakhiriya. Aku tidak ingin menunda-nunda kebaikan. Ku tulis sebuah surat dan ku kirim melalui email.
________________________________________________________________________
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Syukur pada Allah yang masih memberi kita kesempatan untuk segera memperbarui taubat.
Aku tulis ini dengan linangan air mata yang tiada henti. Sungguh ini adalah pilihan terberat selama hidupku. Tapi inilah jalan yang aku pilih.
Maaf atas semua diamku. Aku tak mampu mengukapkan rasa sayang yang tidak tiada sanggup untuk ku jadikan halal ini, sehingga aku lebih memilih untuk DIAM. Aku ingin mencintaimu dengan caraku sendiri. Bukan seperti cara orang lain yang harus dibuktikan dengan perbuatan atau kata sayang. Aku ingin mencintaimu dengan bersabar dan merindu dalam doa. Maaf  jika cara ini menyakitimu. Dan aku sangat mengerti kalau ini menyakitkan dan sangat menyakitkan. Karna dalam membuat keputusan ini aku serasa perang batin. Maaf jika kau tidak menyukai perubahanku Tapi Kau memang harus tau bahwa Cinta ini bukan untukmu lagi. Cinta ini untuk Rabb ku (Allah SWT)..
semua belum terlambat. jika kita memutuskan hubungan yang haram ini sekarang, semoga Allah mau Memaafkan. ALLAH Maha Pengampun, Maha Pemberi Maaf, Maha Menerima Taubat.
Meskipun sekarang kau membenciku, aku rela. Asal Allah pun tak ikut membenciku.
Aku takut dengan dosa pacaran yang disebut dengan mendekati zina. Walalupun itu hanya sekedar bersentuhan tangan tapi tetap saja itu namanya zina. Aku tidak mau ulang dosa itu lagi sebelum aku mati. Aku ingin mesucikan diri, aku ingin memperbaiki diri. Aku takut Allah murka. Aku takut disiksa dineraka. Maafkan aku.
                                                                                                                        Wasalam
___________________________________________________________________________
Jari-jari ini sudah terasa kaku untuk menuliskannya lebih panjang lagi, tak kuasa lagi air mata ini ku bendung. Segera ku kirim dan ku tinggalkan laptop bersama tumpukan buku dimeja. Tak ku pedulikan lagi balasan emailnya. Seakan ada jarum-jarum kecil yang menusuk daging yang sangat rapuh ini. Ku benamkan diriku ditempat tidur. Rasanya tak kuat harus berpura-pura tega. Aku pun tak ingin membuatnya kecewa karena keputusan ini. Ku coba memejamkan mata. Ku rasakan hangatnya air mengalir perlahan dari sudut mataku. Tak dapat ku sembuyikan perih dihati.

Ya Allah kenapa aku sedhaif ini ? Kenapa aku harus bersedih untuk meninggalkan perbuatan dosa? Bukankah ini jalan yang telah aku pilih? Seharusnya aku tidak perlu meratapinya. Ya Allah..tolong pegangi aku. Tolong pegangi hatiku”. Aku merintih sambil terseduh-seduh.
Ingin berubah menjadi baik terkadang sangat susah. Kita akan dihadapkan dengan berbagai pilihan, berbagai cobaan, untuk menguji sejauh mana kita tetap bertahan dengan apa yang sudah kita putuskan. Derai air mata mungkin jatuh, tapi sesungguhnya air mata itu mampu membasahi jiwa yang kering, menyentuh pelupuk iman yang sempat terkoyah, memberi kekuatan baru untuk terus istiqomah. Dari air mata aku bangkit.

Karena mimpiku, menjadi mar'atus sholihah, menjadikan hidup senantiasa dalam  kerangkah mencari ridho Allah disetiap hembusan nafas. Demi Rabbku, ku tinggalkan perkara dunia yang bisa menjerumuskanku kelembah dosa, ku alihkan jiwa dan pikiranku mencari bekal akhirat. Aku tidak mau kembali kejalan yang salah. Aku tidak ingin tersesat karena cinta yang hanya berlandaskan nafsu. “Say no to Pacaran”, Ini pilihanku, pilihan hidup seorang wanita biasa yang ingin kembali kejalan yang seharusnya aku tempuh. Berada dalam koridor islam sebagai wanita muslim yang memahami apa tujuan hidup yang sebenarnya.

Sungguh, aku ingin kau datang mengkhitbahku dengan mengucapkan “maukah kau jadi istriku” tapi aku tidak ingin kau datang dan berkata “maukah kau kembali menjadi pacarku”, karena belum tentu kau yang jadi suamiku. Betapa sia-sianya semua ini jika kita tidak berjodoh. Sudah sakit hati, pengorbanan sia-sia plus pasti dapat dosa. Aku ingin menikah yang bernilai ibadah, bukan pacaran yang bernilai dosa.

Seorang teman berkata kepadaku “pacaran islami aja”. What ? Aku rasa pacaran islami saja tidak menjamin. Kata seorang ustadz “tidak ada pacaran yang islami karena islam mengharamkan pacaran. Jika ada pacaran islami, berarti pacaran itu berpahala dong. Bukankah begitu logikanya”.
Aku hanya ingin cinta yang bisa membuatku lebih dekat dengan Rabb-ku. Saat aku menjauhimu bukan berarti aku tidak peduli melainkan aku sedang belajar mencintaimu dalam do’a.
          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme