Sabtu, 12 Mei 2012

Sepatu Baru Impianku



Pagi-pagi buta saat matahari belum menampakkan wajahnya dan embun masih membasahi dedaunan. Jam 05.00 setelah sholat subuh aku mulai melangkahkan kaki menyusuri jalan  dengan bekal air dan buku digenggaman.
Hanya siulan burung yang kadang menemaniku menyusuri jalan sunyi yang dipenuhi pepohonan rimbun.

Saat itu kendaraan masih sangat terbatas didesaku. Jarak sekolah yang hingga 10 km ditempuh dengan jalan kaki tanpa sepatu.

Sepatu hanya satu kali diganti setiap jenjang pendidikan. SD satu kali, SMP satu kali dan SMA pun satu kali. Tak heran jika sepatun itu sudah sobek karena digunakan sampai beberapa tahun. Tapi walaupun sobek tetap saja dipakai karena tidak punya uang untuk membeli sepatu baru. Semua bagian sepatu sudah penuh jahitan karena disol berkali-kali.

Setiap naik kelas otomatis ukuran tubuh bertambah besar, sepatu itu tidak layak digunakan lagi karena tidak muat. Sekolah yang mewajibkan siswa mengenakan sepatu membuatku harus terus memakainnya meski bagian tumit sudah keluar. Aku memakainya saat berada dilingkungan sekolah saja agar tidak mendapat hukuman. Saat pulang aku hanya menenteng sepatu berharga satu-satunya yang aku miliki selama 6 tahun itu.

Pulang sekolah merupakan tantangan bagiku. Perjalanan yang menguras tenaga, membuat keringat bercucuran diwajah, terik matahari, rasa lapar, dan lelah sudah menjadi sesuatu yang biasa setiap hari. Demi ilmu semua itu tak bisa menyurutkan langkah untuk tetap berjuang.

*****

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Tiba saatnya aku menginjakkan kaki dibangu SMA. Aku melanjutkan SMA ku dikota LUWUK. Ku kemas semua barang-barang yang akan kubawa. Mataku tertujuh pada sepatu tua itu. Sepatu yang akan kupakai lagi disekolah baru. Uang hanya cukup untuk ransportasi dan pendaftaran. Niat mebeli sepatu kutunda dulu. Insya Allah pasti akan ku beli jika ada rezeki.

Aku diterima di SPG dengan bebas tes. Waktu berjalan baru 1 semester aku mendapat ujian yang membuatku hampir saja putus asa. Ayah meninggal dunia sehingga tak ada lagi yang membiayai sekolahku.

Berjuang itu tidak boleh setengah-setegah harus sampai pada hasil yang ditujuh. Mimpi, mimpi dan mimpi yang membuatku tegar menyikapi keadaan saat itu. “Allah tidak memberiku ujian yang tak sanggup aku selesaikan. Aku tak mau putus sekolah, aku harus berhasil, aku harus jadi orang yang bisa membanggakan keluarga apalagi sekarang ayah telah tiada”  besitku dalam hati.

Dengan modal nekat aku tetap melanjutkan sekolahku. Aku tak mengharap lagi kiriman uang dari ibu karena aku tau ibu hanya seorang ibu rumah tangga biasa.
Sepatu adalah barang yang ingin sekali ku beli sejak lulus SMP. Tapi hingga masuk SPG aku tak bisa mewujudkan itu. Apalagi papa sudah meninggal, harapan membeli sepatu baru hanya bisa ku pendam.

Pekerjaan demi pekerjaan ku cari. Mulai dari kerja bangunan sepulang sekolah dan kerja apa saja yang penting halal. Semua aku kerjakan dengan ikhlas agar bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, membayar uang sekolah, dan ditabung untuk membeli sepatu.

Menuntut ilmu dikota orang memang butuh kesabaran. Kondisi keluarga dikampung yang serba kekurangan membuatku tetap mengerti. Dengan kerja keras selama ini akhirnya aku bisa membeli sepatu baru. Sepatu paling bagus yang aku punya selama ini dan kuperoleh dari tetesan keringat sendiri.

Tak jarang aku menangis dalam setiap sujudku. Mengingat semua yang telah aku lewati. Ya Allah yang Maha Bijaksana semoga perjuangan ini tidak sia-sia.
Inna ma’al usri yusra(n).
Sesunguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” [QS. Al-Insyirah 94 : 6].

Ayat itu selalu terngiang saat putus asa mulai menyergap. Janji Allah tidak pernah diingkari. Akan ada hikmah dibalik semua ini. Kesuksesan menunggu didepan. Ini adalah proses untuk meraih itu.

“Itulah namanya menuntut ilmu, dibutuhkan kesabaran dan kesungguhan. Apapun rintangan yang ada, jika kita punya mimpi yang kuat kita akan dengan mudah melewati rintangan itu. Yang penting setelah usaha jangan lupa untuk berdoa dan besyukur” ucap papa berpesan diakhir ceritanya.

Mataku berkaca-kaca mendengar kisah papa. Betapa enaknya pendidikan yang aku tempuh sekarang. Sepatu tiap naik kelas beli baru, kesekolah naik kendaraan yang nyaman, uang jajan berkecukupan, bahkan aku tidak perlu susah-susah bekerja karena mama papa telah menyediakannya. Semua yang aku butuhkan bisa terpenuhi dengan mudah. Bagaimana mungkin aku harus bermalas-malasan. Seharusnya aku bersyukur karena Allah member rezeki yang cukup untuk membiayai pendidikanku.

Cerita papa semakin melucuti semangatku. Aku ingin terus dan terus berprestasi, mempersembahkan yang terbaik semampuku. “Aku harus berhasil seperti papa” ucapku penuh keyakinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme