Saat
memulai tulisan ini aku tak tau harus memulainya dari mana dan apa kata pertama
yang harus ku goreskan. Kau tahu kenapa ? Karena sungguh tak mampu ku tulis
satu persatu kasih sayangmu, bahkan tulisan ini ku rasa takkan mampu
menggambarkan sosokmu. Aah semua pengorbananmu terlalu banyak dan tak cukup
jika ku tulis dalam kertas ini.
Ku
buka kembali galeri ingatan yang berisi semua tentangmu, namun itu seolah
membiusku. Aku diam terpaku mengingat setiap sisi dari dirimu. Detak nadiku tak
beraturan, aku seperti bodoh tuk merangkai kata yang indah untukmu. Tapi ku coba mengungkapkan sedikit tentangmu agar rinduku terobati.
Aku menyayangimu, wanita yang mempertaruhkan jiwa raga tuk
melahirkanku. Meski kau harus merasakan sakit diatas rasa sakit .
Aku menyayangimu, wanita yang mengajarkan aku menyebut
satu persatu kata sejak aku mulai pandai berbicara. Mengajariku menyebut kata
mama meski saat itu aku masih terbata-bata. Yang mengajariku beribadah sejak
aku masih begitu kecil dengan penuh kesabaran karena pasti saat itu aku sangat
bandel. Yang mengajariku semua hal-hal kecil namun begitu bemakna. Yang
mebesarkanku dari seorang gadis mungil yang tak tau apa-apa hingga menjadi
gadis dewasa. Tak pernah lelah engkau mengurusku, mempersembahkan yang terbaik
untukku.
Waktu aku kelas 3 SD, aku ingat saat itu engkau sakit keras.
Engkau pernah berkata padaku, bagaimana jika mama tidak ada lagi, bisakah kau
merawat adik-adikmu..? Menyiapkan kebutuhan papa..? Mengurus semuanya
sendiri..?
Tahukah kau saat itu, aku menahan ledakan tangis dan memaksa
mataku terus berbinar.
Saat kau tidur aku memandangi wajah teduhmu, dan saat itulah aku baru bisa membiarkan air mataku jatuh. Sungguh hidupku akan hampa jika engkau tak ada di tiap hari yang ku lalui. Aku tak kuat jika harus kehilangan sosok sepertimu.
Saat kau tidur aku memandangi wajah teduhmu, dan saat itulah aku baru bisa membiarkan air mataku jatuh. Sungguh hidupku akan hampa jika engkau tak ada di tiap hari yang ku lalui. Aku tak kuat jika harus kehilangan sosok sepertimu.
Saat aku kuliah, tiba-tiba engkau menelpon kepadaku dan
mengatakan betapa bersyukurnya engkau memiliki anak sepertiku. Tak tau harus
bernazar apa jika aku berhasil meraih sarjanaku tanpa sesuatu yang buruk
menimpaku. Tahukah engkau, ketika mendengarkannya tak dapat kubendung air
mataku? Lama ku menangis. Bahwa terlalu banyak amanahmu yang aku langgar. Dari
jarak yang begitu jauhpun untaian nasihatmu tak pernah putus untukku. Ingin ku
merengkuhmu seerat-eratnya. Sungguh ku harap hadirmu disini tuk menguatkanku.
Lembut suaramu di seberang sana membuat rasa rindu semakin membuncah dihati
ini, aku ingin lebih berbakti kepadamu.
Mama, aku merindukanmu. Aku rindu berbaring di pangkuanmu,
bercerita sambil menatap wajahmu. Aku rindu memperhatikan anggun parasmu. Aku
rindu akan nasehat-nasehatmu saat aku berkumpul dengan adik-adik. Aku rindu
melihatmu memasak semua makanan kesukaanku saat menyambut kepulanganku. Aku
rindu melihat canda dan tawamu. Aku rindu mendengar omelanmu saat aku berbuat
salah. Aku rindu setiap sisi dari dirimu mama…
Mama betapa beruntungnya aku menjadi anak yang terlahir dari
rahimmu. Saat aku jatuh dan terhempas jauh tanpa arah, nasihat-nasihat supermu
selalu terngiang dan memberiku sejuta alasan untuk bangkit. Kau adalah sosok
bidadari berhati bening yang selalu menjagaku melalui doa panjangmu. Dan kau
tahu apa mimpiku..? Aku ingin membahagiakanmu sampai akhir hayat. Aku ingin
menjagamu dengan tulus sebagaimana engkau telah menjagaku dengan sangat baik
sampai aku menjadi sehebat ini.
Mama, aku bangga memiliki mama seperti dirimu. Maafkan atas
semua kata, sikap dan perilaku ku yang pernah menggores hatimu. Maaf jika air
suci dari sungai kecil dimatamu sering tumpah karena diriku. Terimah kasih
untuk semua pengorbananmu yang takkan pernah mampu ku balas.
Makassar,
27 Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar